Permasalahan
Penyitaan terhadap
kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di Bank. Dalam hal ini, penyitaan hanya
bisa dilaksanakan setelah melakukan pemblokiran. Sedangkan pemblokiran bank itu
sendiri memiliki syarat – syarat tertentu agar dapat melakukan pemblokiran
tersebut.
Pembahasan
Dasar Teori
Penyitaan adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penangung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Penyitaan tersebut dapat dilakukan
terhadap barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Yang Termasuk barang
bergerak meliputi mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening Koran, giro, obligasi, saham atau surat berharga
lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain. Yang termasuk
barang tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, bangunan, dan kapal yang
bobotnya 20 atau lebih.
Dalam hal ini yang saya
bahas termasuk dalam barang bergerak karena kekayaan Penangung Pajak yang
disimpan dalam bank adalah berupa deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu.
Untuk Proses Penyitaan
Kekayaan Penangung Pajak yang disimpan dalam bank memiliki Dasar – Dasar Hukum
sebagai berikut:
1.
Undang – Undang 19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam
Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
3.
Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
563/Kmk.04/2000 tentang Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung
Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4.
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor Se - 108/Pj/2009
Tentang Pelaksanaan Pemblokiran Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Milik Penanggung Pajak Yang
Namanya Tidak Tercantum Dalam Surat Paksa
Sebelum masuk kedalam proses penyitaan kita
juga harus memahami tentang istilah - istilah yang akan digunakan yang diatur
dalam UU Nomor 19 Tahun 1997 Pasal (1) dan untuk lebih spesifik dalam kegiatan
penyitaan Kekayaan Penangung Pajak di Bank diatur dalam Keputusan Kementrian
Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.04/2000 Pasal (1). Selain itu
beberapa pihak fiskus yang berhubungan dengan proses penyitaan dan
kewenangannya diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 1997 Pasal (2) untuk Pejabat,
Pasal (3), (4), (5), dan (6) untuk Juru Sita. Untuk penjelasan lengkapnya dapat
dilihat dan dibaca pada peraturan tersebut.
Penyitaan itu sendiri baru bisa dilaksanakan
apabila selama 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah surat paksa
diberitahukan( diatur dalam UU – 19 Tahun 1997) dan dilakukan berdasarkan surat
perintah melaksanakan penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat ( diatur dalam
Peraturan Pemerintah No 135 Tahun 2000 ), sedangkan untuk penyitaan terhadap
kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di Bank dilaksanakan sedikit berbeda
dengan yang lain yaitu melalui pemblokiran terlebih dahulu dengan urutan
pelaksanaan sebagai berikut ( diatur dalam Peraturan Pemerintah No 135 Tahun
2000 pasal 5 ayat 3 ) :
a) Pejabat mengajukan permintaan Pemblokiran
kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
b) Bank wajib memblokir seketika setelah
menerima permintaan Pemblokiran dari Pejabat dan membuat berita
acara Pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan
Penanggung Pajak.
c) Jurusita Pajak setelah menerima
berita acara Pemblokiran dari bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk
memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan
pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.
d) Dalam hal Penanggung Pajak tidak
memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pejabat
meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk
memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang
dimaksud.
e) setelah saldo kekayaan yang
tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dan
membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan.
f) Pejabat mengajukan permintaan
pencabutan Pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi Utang
pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
g) Pejabat mengajukan permintaan
pencabutan Pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah
dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan
Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan Pemblokiran.
Proses Pemblokiran dan Penyitaan
yang dimaksud diperjelas kembali dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/Kmk.04/2000. Untuk
pemblokiran dalam pasal 2 ayat (2) yang berbunyi “Penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu”,
dimana dilakukan sebelum melakukan penyitaan dalam pasal 2 ayat (1) yang
berbunyi “Dalam melaksanakan penagihan
pajak dengan Surat Paksa, Jurusita Pajak berwenang melaksanakan penyitaan
terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.”. Melalui Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
563/Kmk.04/2000 pasal 3 dijelaskan kembali secara jelas proses pemblokiran
adalah sebagai berikut :
1. Pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
diajukan oleh Pejabat kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung
Pajak tersimpan disertai dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
2. Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib
melaksanakan pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari
Pejabat.
3. Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk membuat berita
acara pemblokiran yang tindasannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan
Pejabat yang meminta pemblokiran.
4. Sebelum dilakukan penyitaan atas harta kekayaan Penanggung
Pajak yang diblokir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada
Pejabat menggunakan harta yang diblokir tersebut untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak.
Setelah melakukan pemblokiran
terhadap kekayaan Penangung Pajak di Bank maka dapat dilakukan penyitaan
sebagaimana proses melakukan penyitaan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/Kmk.04/2000 pasal 4 adalah
sebagai berikut :
1.
Penyitaan terhadap harta
kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut:
a) Jurusita Pajak setelah menerima
berita acara pemblokiran memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk memberi
kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada
bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
b) dalam hal Penanggung Pajak tidak
memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pejabat
meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan
bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank
dimaksud kepada Pejabat;
c) setelah saldo kekayaan Penanggung
Pajak yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan
penyitaan;
d) Jurusita Pajak membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan
pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk;
e) Jurusita Pajak menyampaikan salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang
bersangkutan.
2.
Pejabat mengajukan
permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank, setelah Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3.
Dalam hal jumlah yang
diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka atas sisa lebih tersebut
diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh Pejabat kepada bank.
Setelah fiskus melakukan penyitaan
terhadap dalam kekayaan wajib pajak dibank tersebut. Apabila dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak penyitaan, Penangung Pajak tidak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak, maka fiskus dapat melakukan pemindahan buku
harta kekayaan dari yang tersimpan di bank kepada kas Negara atau kas daerah sejumlah
yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan. Selain itu sebelum jangka waktu
berakhir Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada fiskus untuk
mengunakan barang sitaan yang dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
hutang pajak.
Seringkali dalam pelaksanaan atas
nama dalam bank tidak sama dengan pemilik dari badan atau wajib pajak yang
tercantum. Sebabnya fiskus seringkali kesulitan melacak kepemilikan atau yang
bisa disita oleh fiskus. Karena dalam penyitaan dapat dilakukan kepada terhadap
untuk WPOP adalah atas barang milik pribadi yang bersangkutan, istri, anak yang
masih dalam tanggungan kecuali dikehendaki secara tertulis oleh suami atau
istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dan untuk BADAN
adalah atas barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala
cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat yang bersangkutan maupun
ditempat yang lain. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000
pasal (3) ayat 2 dan 3.
Selain itu untuk penyitaan dan
pemblokiran terhadap kekayaan tetap dapat dilangsungkan meskipun terjadi
perbedaan nama atas yang dicantumkan dalam surat paksa dengan syarat masih
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 pasal (3) ayat 2 dan 3
karena masih bisa dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada tersebut.
Dengan ketentuan yang telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 108/PJ/2009 maka fiskus dapat melakukan
pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Penangung Pajak meskipun nama yang
tercantum berbeda dengan yang ada disurat paksa. Tata cara untuk melakukannnya
diatur dalam surat edaran tersebut pada 6.d berisi sebagai berikut :
“Oleh karena
pemblokiran dalam rangka penyitaan harta
kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan oleh pimpinan
bank atau pejabat bank yang ditunjuk, atas permintaan dari Pejabat (Kepala
Kantor Pelayanan Pajak), maka dalam hal pemblokiran dalam
rangka penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank milik Penanggung Pajak yang namanya tidak
tercantum dalam Surat Paksa, Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menyampaikan
permintaan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk
disertai salinan Surat Paksa (SP) dan:
1) Salinan
Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) yang mencantumkan nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; serta
2) Surat Keterangan yang memuat penjelasan kedudukan Penanggung
Pajak pada Wajib Pajak, dengan dilampiri dokumen pendukung yang menunjukkan
kedudukan Penanggung Pajak pada Wajib Pajak, antara lain berupa fotokopi akta
pendirian perusahaan dan atau akta perubahan kepengurusan untuk Wajib Pajak
Badan dan Kartu Keluarga untuk Wajib Pajak Orang pribadi (format terlampir)”
Simpulan
Dari
penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam penyitaan terhadap Kekayaan Penangung
Pajak di bank diperbolehkan sesuai dengan undang – undang dan diperjelas oleh
Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan. Selain itu hal ini
dilakukan demi terbayarnya biaya penagihan dan utang pajak karena wajib pajak
telah mengabaikan surat paksa yang telah diberitahukan terhadap wajib pajak
dimana tentang jangka waktu pelaksanaan dan tata cara pelaksanaan telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam pelaksanaan
penyitaan tidak bisa dilakukan sembarang pegawai pajak. Dimana pegawai yang
berwenang dan berhubungan dengan penyitaan adalah Penjabat dan Jurusita dimana
telah dijelaskan dalam Peraturan.
Proses
penyitaan juga tidak dapat secara langsung melainkan harus melalui pemblokiran
terlebih dahulu, dengan syarat meminta ijin terhadap Penangung Pajak atau Bank
Indonesia ( Apabila Penangung Pajak Tidak memberikan ijin ) untuk mengetahui
saldo dalam bank tersebut dimana nantinya akan dihitung untuk dilakukan
penyitaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Kementrian Keuangan. Setelah
itu
Dalam
selama proses Penyitaan berlangsung Penangung Pajak dapat membayar seluruh
utang pajak dan biaya penagihan, dsb melalui pembayaran langsung maupun
mengunakan Kekayaan Penangung Pajak yang disita tersebut sebagai pelunasan
pajak tersebut. Apabila selama proses Penyitaan berlangsung
Sumber
Zulvina,
Susi 2011, Bahan Ajar Penghantar Hukum Pajak, Jakarta.